Kekuatan Sebuah Doa

| |

Kekuatan Sebuah Doa

Seorang teman menceritakan kisahnya, saat sakit membawa dia benar-benar ke ujung maut, namun kekuatan doa menyelamatkannya.

"Bagiku doa adalah permintaan, karena ku yakin setiap doa akan didengarkan"

www.kmkinord.org/artikel_3.php

Jauh dari orang tua, jauh dari keluarga, itu yang pertama kali terpikir saat ku memutuskan untuk melanjutkan studi di Jerman. Ahh… toh suatu saat aku memang harus melalui saat-saat seperti itu, tidak masalah pikirku lagi. Akhirnya tanggal 31 Agustus tahun itu aku berangkat ke Jerman, semua berjalan lancar sesuai rencana. Teman-teman baru pun banyak kudapat, walaupun hanya satu yang orang Indonesia, maklum kota ku itu termasuk kota kecil di Jerman.

Hari itu, hari Kamis di akhir bulan September, aku merasa tidak enak badan, agak demam dan badan bentol-bentol merah. Yang petama kali ku jadikan kambing hitam adalah Oktoberfest, karena memang beberapa hari lalu badanku jadi merah-merah semua gara-gara terlalu banyak minum bir di acara itu, jadi aku kira ini adalah efek terusannya. Akhirnya aku tak terlalu ambil pusing, demam-demam sedikit biasalah, pikirku. Bahkan keesokan harinya aku masih sempat pergi jalan-jalan bersama teman-teman.

Hari Sabtu rupanya demamku semakin parah. Karena tidak ada dokter yang buka praktek hari itu, terpaksa aku pergi ke rumah sakit. Di sana oleh dokter jaga aku divonis terkena cacar, tetapi alih-alih diberi obat, aku hanya diberi surat rekomendasi ke seorang dokter spesialis kulit di rumah sakit lain yang letaknya sedikit di luar kota. Akhirnya dengan bersusah payah karena kondisi tubuh yang sudah lemah dan hanya berbekal selembar peta, tiba juga aku di rumah sakit rujukan itu. Ternyata dokter spesialis kulit yang aku cari tidak ada di tempat, kembali aku diperiksa oleh dokter jaga, keputusannya pun sama, aku divonis terkena cacar. Kali ini aku diberi obat tapi hanya semacam obat gosok kulit, bukan antibiotik.

Bukannya membaik kondisiku malah semakin lemah. Akhirnya hari Senin bersama teman aku pergi ke dokter lagi, kali ini diberi obat yang setahuku berdosis tinggi. Aku sangat berharap dengan meminum obat itu aku bisa cepat sembuh, karena sebenarnya program kuliah sudah dimulai dari minggu lalu dan minggu ini pun merupakan minggu yang penting bagiku karena akan banyak acara ekskursi ke pabrik-pabrik terkenal, acara yang sudah kutunggu-tunggu, bahkan sejak aku masih di Indonesia. Aku harus cepat sembuh pikirku. Keluarga di Indonesia sengaja tidak aku beri tahu tentang kondisiku disini, aku tidak mau membuat mereka kawatir.

Tapi harapan tinggal harapan, selama tiga hari kondisiku semakin memburuk, badan lemas dan kepala pusing kini ditambah dengan muntah-muntah, rupanya lambungku tidak kuat menerima obat dengan dosis setinggi itu. Hari Rabu aku pergi lagi ke rumah sakit untuk meminta rawat inap, karena kupikir disana aku akan lebih terawat. Tapi ternyata aku ditolak dengan alasan tidak ada kamar isolasi untukku. Sekembalinya dirumah kondisiku semakin parah, tidak ada makanan yang bisa masuk karena selalu termuntahkan lagi. Oh Tuhan tolong aku Tuhan, tolong aku, aku terus berdoa sambil menahan sakit, pikiranku melayang kemana-mana, keluargaku di Indonesia, teman-temanku, kuliahku, semua seperti berputar-putar cepat di kepalaku. Akhirnya tubuhku benar-benar sudah tidak kuat menahan rasa sakit, hari Rabu malam aku terjatuh pingsan di kamar, sendirian.

Teman-temanku tidak ada yang menaruh curiga karena memang sudah tiga hari aku hanya beristirahat di kamar. Tapi tidak dengan keluargaku di Indonesia, rupanya saat aku pingsan mereka sedang berusaha untuk menghubungiku, tapi karena tidak ada jawaban mereka menjadi curiga ada yang tidak beres denganku. Setelah berulangkali mencoba tapi tidak berhasil, kakakku teringat nama temanku disini yang juga orang Indonesia, sebut saja namanya Benny. Dengan bantuan Friendster kakakku berhasil mendapatkan nomor telepon Benny, dan segera menghubungi dia. Setelah mengetuk pintu kamarku tapi tidak ada jawaban, Benny langsung memanggil teman-teman yang lain dan Hausmeister untuk membantu membuka pintu secara paksa, dan mereka menemukan diriku yang tergeletak tak sadarkan diri. Saat itu adalah hari Jumat pagi, berarti telah lebih dari 36 jam aku terbaring disana.

Dari cerita temanku, aku tahu kalau waktu itu aku di bawa ke rumah sakit memakai ambulan bersirene, itu berarti keadaan sudah sangat gawat, karena ternyata ambulan di Jerman tidak boleh seenaknnya menyalakan sirene. Dan benar saja, oleh dokter di rumah sakit aku dinyatakan dalam kondisi koma. Dia mengatakan kalau dia ragu bisa menyelamatkan aku, tapi dia akan berusaha sekuat mungkin. Aku koma di ruang ICU selama dua hari.

Setelah mendengar kabar, mama dan kakakku langsung mengurus visa di Kedutaan Jerman, hari Selasa mereka tiba di kotaku. Menurut mereka sebenarnya pada hari selasa itu aku sudah sadar, tapi aku sendiri tidak ingat. Aku baru benar-benar sadar mungkin sekitar seminggu kemudian, kondisiku saat itu benar-benar mengenaskan. Karena lantai yang dingin, jaringan kaki rusak dan membusuk sehingga keluar cairan. Karena jaringan yang busuk itu, banyak racun bererdar di tubuh sehingga harus cuci darah. Karena tubuh lama tak mendapat cairan, ginjal tak berfungsi sehingga tubuh dan wajah bengkak, berbicara pun sangat sulit. Karena kaki kiri lama terjepit, banyak syaraf yang mati sehingga tidak bisa digerakkan. Banyak selang keluar masuk dari hidung mulut dan tubuhku, sungguh mengerikan waktu kemudian aku melihat fotoku sendiri.

Setiap hari aku hanya bisa terbaring di tempat tidur, sering aku menangis sendiri. Perasaan sedih, takut, bingung bercampur menjadi satu, mengapa aku bisa begini, bagaimana kalau aku lumpuh, bagaimana kuliahku, aku harus bagaimana… Untung keluarga selalu memberi dukungan, begitu juga dengan teman-temanku di sini, mereka bergantian datang menjengukku sambil terus memberi semangat. Bersama-sama mereka mengajakku untuk selalu berdoa, perlahan-lahan semangatku pulih, aku ingin cepat sembuh, aku ingin cepat bisa kuliah lagi.

Tapi untuk sembuh rupanya membutuhkan waktu dan kerja keras, setelah 26 hari di rumah sakit aku dirujuk pindah ke rumah sakit rehabilitasi. Disana setiap hari aku melakukan latihan untuk memperbaiki otot-otot tubuh, berbagai tes dilakukan untuk memeriksa fungsi-fungsi tubuh yang rusak. Untung saja tidak ditemukan kelainan apapun di otak, hal ini yang sebenarnya paling ditakuti karena selama aku pingsan tisak ada oksigen yang masuk ke otak. Selama masa rehabilitasi mamaku tetap selalu mendampingi, begitu pula dengan keluarga dan teman-temanku, mereka selalu mendoakanku.

Total aku menghabiskan waktu tiga bulan, baik di rumah sakit maupun di tempat rehabilitasi. Menurut dokter yang merawatku sejak awal, waktu tersebut termasuk sangat cepat, bahkan terus terang dia mengaku tidak percaya kalau aku bisa sembuh dan pulih seperti ini. Aku ingat persis kata-kata dia waktu aku keluar dari rumah sakit, "I couldn't believed with my eyes, when I saw you at the first time and now, that is the same person". Ya, jangankan dia, aku sendiri pun merasa bahwa ini adalah keajaiban, hanya keajaiban dari Tuhan yang bisa membuatku pulih, baik dari kondisi fisik maupun mentalku yang sebenarnya sangat jatuh. Sekarang kondisiku boleh dikatakan hampir 100% kembali seperti sediakala, hanya masih sedikit pincang dikaki kiri karena beberapa syaraf yang rusak, tapi itu pun baru terlihat bila benar-benar diperhatikan. Tapi aku tetap yakin dan percaya kalau Tuhan akan terus membimbingku sampai aku kembali sembuh total seperti semula.

Aku yakin aku bisa sembuh karena doa, doa yang tiap hari aku panjatkan bersama keluarga dan teman-temanku, Tuhan seperti diserbu oleh doa-doa mereka. Tapi aku ingat sebelum aku pingsan malam itu, aku sempat berdoa, doa yang sangat singkat, "Tuhan tolang aku", aku tahu doaku itu didengar Tuhan, dan karena doa itulah aku bisa selamat. Sejak itu aku percaya akan kekuatan sebuah doa, seperti apa pun doa itu, sesingkat apa pun doa itu, bagiku doa adalah permintaan, karena kuyakin setiap doa akan didengarkan. Terima Kasih Tuhan karena Kau memberiku keluarga dan teman-teman yang begitu mengasihi dan terutama karena Kau telah mendengar semua doa-doaku.

Diceritakan kembali oleh Erdinal Hendradjaja
(C) Mei 2006

0 komentar:

Posting Komentar